Tuesday, 12 December 2017
Setiap 210 hari sekali atau tepatnya setiap Rahina Saniscara Keliwon Wuku Kuningan (Hari Suci Kuningan), berlangsung karya pujawali di Pura Luhur Pakendungan. Pura ini berlokasi dikawasan DTW Tanah Lot, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan. Dalam setiap pujawalinya, pura yang memiliki gaya arsitektur yang cukup unik ini selalu dibanjiri umat. Mengingat, pura ini merupakan salah satu pura dang khayangan jagad Bali. Lalu seperti apa sejarah keberadaan Pura Luhur Pekendungan ini?
Mengenai asal-usul, nama Pura Luhur Pakendungan ada tiga versi. Pertama, menurut sumber ceritra rakyat (folklore), seperti yang dikemukakan dalam cerita rakyat Ki Bendesa Shakti Beraban, nama Pakendungan berasal dari kata duwung, yakni sebilah keris shakti yang bernama Ki Baru Gajah yang merupakan anugerah Ida Pedanda Shakti Bawu Rawuh (Dang Hyang Dwi Jendra).
Vesri kedua, asal-usul nama Pakendungan berasal dari Rontal Dewa Tattwa yang merupakan salah satu versi dan visi Dewa Tattwa, yang secara pantheon dan mitologis menceritrakan riwayat asal-usul Pura Luhur Tanah Lot dan Pura Luhur Pakendungan yang berasal dari kata peken, yang kemudian menjadi pakendungan.
Sementara versi terakhir atau ketiga, asal-usul Pura Luhur Pakendungan berasal dari sebuah perjalanan suci, dharmayatra Ida Pedanda Shakti Bawu Rawuh, dari Pura Rambut Siwi, berlanjut ke Pura Srijong. Dari Pura Rambut Siwi, Pedanda Shakti Bawu Rawuh melihat sinar yang menyala dengan terangnya di Segara Kidul Tanah Lot, yang menjadi lokasi Pura Luhur Tanah Lot dan Pura Luhur Pakendungan pada era sekarang.
Setelah mengajarkan masyarakat di sekitar Pura Rambut Siwi, tentang tattwa agama Siwa dengan tata upacaranya, kehidupan bermasyarakat, bertani, menangkap ikan, Sang Wipra terus meninggalkan masyarakat di seputar Pura Rambut Siwi, menuju sinar terang yang kelihatan di Timur dari Pura Rambut Siwi melalui Pura Srijong. Konon dalam perjalanannya tersebut, beliau juga sempat singgah untuk melakukan Yoga Semadhi di Sanggulan. Pada era sekarang ada bangunan pura kecil di Desa Sanggulan tersebut berupa pura pesimpangan Ida Padanda Shakti Bawu Rawuh dengan nama Pura Candi Desa Sanggulan.
Kemudian Sang Wipra melanjutkan perjalanannya ke Segara Kidul Tanah Lot untuk mencari sumber sinar suci tersebut. Hingga tibalah beliau di suatu tempat yang berhutan lebat tepatnya sebelah Barat Segara Kidul. Dang Hyang Nirartha kembali melakukan Yoga Semadhi di tempat tersebut. Hutan lebat itu bernama Alas Kendung. Dimana Alas Kendung inilah kemudian dijadikan abhiseka pura yang kini bernama Pura Luhur Pakendungan.
Pura Luhur Pakendungan sendiri disamping berfungsi dan berkedudukan sebagai Pura Dang Kahyangan juga berkedudukan sebagai Pura Pengulun Subak di wilayah Kecamatan Kediri.